RSS

Sabtu, 26 November 2011

Salimul Aqidah


Kemarin an sempat chat dengan salah satu teman via YM.. an lupa tepatnya sampai di perbincangan mana yg pada akhirnya dia merasa malu jk ada seseorang yang hiperbola terhadap Islam.. pada saat itu an menimpali dengan kemungkinan akan kurangnya pemahaan seseorang tsb akan Salimul Aqidah.. “berarti pemahaman Aqidahnya belum lurus kali ci..” dan diskusi tetap berlanjut.. tp ternyata tmn an justru menimpali bahwa seseorang dapat spt itu karena memiliki pemahaman aqidah yang sangat tinggi.. (hey2 come on.. ).. telusur lebih lanjut.. ternyata teman an belum mengetahui about muwashafat.. that’s fine.. an pun langsung kirim link mengenai 10 muwashofat ke beliau untuk dibaca..
ok akhi.. read ur book clearly.. :)
Di waktu2 berikutnya.. an kembali chat dengan teman yang berbeda.. dan banyak diskusi2.. sampai pada akhirnya an menjawab dengan sebuah kalimat yang menggunakan Salimul Aqidah.. an rasa ini merupakan Bargaining chip yang ga bs ditawar2.. isn’t??
Seperti kita ketahui, Salimul ‘aqidah artinya keimanan yang lurus atau kokoh. Aqidah atau keimanan kepada Allah merupakan fondasi bangunan keislaman. Apabila fondasi keimanan itu kuat, insya allah amaliah keseharian pun akan istiqamah (konsisten), tahan uji, dan handal.. dan ini merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap muslim.. Karena, dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya:
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam” (QS. 6:162).
Keimanan itu sifatnya abstrak, karenanya, untuk mengetahui apakah iman itu kokoh ataukah masih rapuh, kita perlu mengetahui indikator atau tanda-tanda iman yang kokoh... kurang lebih indikatornya spt dbawah..
  1. Ridha Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai Agama dan Muhammad saw sebagai Nabi.
  2. Sentiasa muraqabah Allah dan mengingati akhirat, memperbanyakkan zikir.
  3. Menjaga kebersihan hati, bertaubat, istighfar, menjauhi dosa dan syubhat.
  4. Tidak menjampi kecuali dgn al-Quran yg ma' thur
  5. Tidak berhubung dengan Jin
  6. Tidak meminta bantuan dari orang yg meminta bantuan jin
  7. Tidak menenung nasib
  8. Tidak mendekati tukang tilik
  9. Tidak mengusap kubur
  10. Tidak meminta bantuan dari orang mati
  11. Tidak bersumpah dgn selain Allah
  12. Tidak mempercayai adanya sial
  13. Mengikhlaskan amal kerana Allah
  14. Mengimani rukun-rukun Iman
  15. Mensyukuri Allah swt ketika menerima nikmat
  16. Sentiasa sedar Syaitan adalah musuh
  17. Menerima sepenuhnya dari Allah dan menolak sesuatu yg di turunkan selain Allah swt
 But.. not only about that...  Karena Poin Salimul Aqidah (lurusnya aqidah) ini bisa jadi luas sekali.
Yap...

Tidak hanya tidak berhubungan dengan jin dan tidak meminta tolong kepada orang yang berlindung kepada jin tetapi juga  soal mema’afkan kesalahan orang lain sebelum orang tersebut minta ma’af.
Tidak hanya tidak meramal nasib dengan melihat telapak tangan dan tidak menghadiri majlis dukun dan peramal tetapi juga soal jujur dalam hal sekecil apapun.
Tidak hanya tidak meminta berkah dengan mengusap-usap kuburan dan tidak meminta tolong kepada orang yang telah dikubur (mati) tetapi juga soal menuntut ilmu dengan sebaik-baiknya dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan-Nya.
Tidak hanya tidak bersumpah dengan selain Alloh dan tidak tasya’um (merasa sial karena melihat atau mendengar sesuatu) tetapi juga soal memperjuangkan kesehatan diri dan menjaga kebersihan lingkungan.
Tidak hanya mengikhlaskan amal untuk Alloh tetapi juga saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
Tidak hanya mengimani rukun iman dan beriman kepada nikmat dan siksa kubur tetapi juga
soal disiplin dalam setiap aktivitas dan menghargai nikmat kesempatan yang diberikan Alloh dengan sebaik-baiknya.
Tidak hanya mensyukuri nikmat Alloh saat mendapatkan nikmat tetapi juga soal melakukan yang terbaik pada posisi yang kita tempati.
Tidak hanya menjadikan syaithon sebagai musuh dan tidak mengikuti langkah-langkah syaithon tetapi juga soal bersikap ramah terhadap orang lain tanpa pilih-pilih.
Tidak hanya menerima dan tunduk secara penuh kepada Alloh dan tidak bertahkim kepada selain yang diturunkan-Nya tetapi juga soal  berbuat adil serta husnudzon pada siapa pun.
Begitupun dengan bagaimana sikap pertama hati ketika menerima sebuah musibah akan berkata 'ini taqdir Allah'.. Bukan mengeluh.. mencari2 kambing hitam atau kesalahan..
Salimul aqidah itu, percaya sepenuhnya, yakin semua ada pertanggungjawabannya.

Begitu pentingnya Salimul aqidah itu sehingga dalam awal da’wahnya Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid kepada para sahabat di Mekkah dan jika boleh an tambahkan mungkin juga yang paling sulit di antara semuanya ( ke 10 Muwashofat).. karena lintasan hati yg pertama kali muncul terlihat kualitas keimanan..

Rabu, 05 Oktober 2011

BERISLAM DALAM "KETERBATASAN" YANG KITA MILIKI


"Bertakwalah kepada Allah menurut ukuran kemampuanmu."
(At-Taghabun : 16). 

Allah memahami betul bahwa setiap diri kita memiliki keterbatasan dan dalam keterbatasan itulah kita berislam sehingga "Allah tidak membebani seseorang sesuai kesanggupannya…." (Al Baqaraah : 286). Hanya saja untuk konteks ibadah mahdhah yang sifatnya fardhu 'ain dan sudah ditetapkan waktu serta kapasitasnya, manusia memang sanggup melakukannya karena Allah tentu sudah mengukur kemampuan manusia Pengenalan diri memungkinkan kita untuk memposisikan diri secara tepat dalam berbagai situasi kehidupan dan menentukan fokus-fokus nilai Islam yang akan diperkuat. Perintah dalam Islam itu begitu banyak, tidak semua perintah itu bisa kita lakukan dengan sempurna. Karena itulah di surga disediakan banyak pintu.

Rasulullah saw pernah mengatakan, ketika berbincang dengan Abu Bakar, "Sesungguhnya di surga itu disediakan banyak pintu, dan setiap orang ada yang memasuku pintu shalat, shaum,…..
lalu Abu Bakar bertanya, "Adakah orang yang masuk melalui seluruh pintu ?" 
Rasulullah saw menjawab, "Ada, dan aku berharap engkaulah salah satunya.".

Subhanallah..

Kamis, 29 September 2011

Muhammad : Lelaki Penggenggam HUJAN


..:::: Sebuah Novel yg Inspiratif.. Sungguhh !!  :::..

Sebenarnya.. isi konten ini bukan merupakan resensi bukunya Tosaro yang Muhammad : Lelaki Penggenggam HUJAN.. just share dari blog tetangga.. knp ya judulnya disamakan..?? atau mungkin kisah2 para sahabat yang di ceritakan memang sangat istimewa?? atau memang seperti kisahnya Astu dan Kashva dalam novel tersebut?? i don't know.. maybe i'll askhim later InshaAllah.. :).. but.. intinya diluar konten cerita ini.. saya benar2 salut dengan novel nya Tosaro ini.. very2 awesome n inspiratif *hiperbolis dikit.. :)*

Lelaki ini adalah Otak Staretegi Perang “Parit” Di Madinah,
seorang Muslimah telah mengambil hatinya.
Bukan sebagai KEKASIH…
Tapi sebagai sebuah PILIHAN...
Pilihan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.

Menikah.

Iya, hanya Menikah, jalan itu…
Tapi Madinah adalah tempat asing untuknya…
Madinah memiliki adat, rasa bahasa dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya.
Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang…

Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah
 berbicara untuknya dalam khithbah…
Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shohabat Anshor yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.

”Subhanalloh... wal hamdulillaah..”, girang Abu Darda’ mendengarnya.
Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan.
Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shohabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah.
Rumah dari seorang wanita yang sholihah lagi bertaqwa.

”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Alloh telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rosululloh Shollallohu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abu Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.

”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua, shohabat Rosululloh yang mulia.  Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shohabat Rosululloh yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.”
Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.

”Maafkan kami atas keterus terangan ini”, kata suara lembut itu.
Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya.
”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Alloh, saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”

Jelas sudah.
Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah.
Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar dari pada pelamarnya!
Itu mengejutkan dan ironis...
Tapi saya juga mengatakan indah karena satu alasan; reaksi Salman.
Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya.

Mari kita dengar ia bicara.

”Allohu Akbar!”, seru Salman,
”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”

Cinta memang tak harus memiliki…

 )|(


Lelaki ini adalah Kholifah ke empat, setelah Usman bin Affan…

Dia memandang seorang bocah perempuan
Di pelataran rumah seorang sahabatnya…
‘Aisyah binti Tholhah. Nama bocah perempuan itu…

Maka berkelebatlah Kenangan Tentang sahabatnya itu… Tholhah.
Tholhah lah lelaki yang mengatakan Pada perang Uhud
“Khudz bidaamii hadzal yauum, hattaa tardhoo…”
“Ya Alloh, ambil darahku hari ini sekehendakMu hingga Engkau ridho.”
Tombak, pedang, dan panah yang menyerpih tubuh dibiarkannya, dipeluknya badan sang Nabi seolah tak rela seujung bulu pun terpapas.

Tapi ia juga yang membuat Arsy Alloh bergetar dengan perkataannya
Maka Alloh menurunkan firmanNya kepada Sang Nabi dalam ayat kelima puluh tiga surat al-Ahzab.

Ini di sebabkan ketika Tholhah berbincang dengan ‘Aisyah, isteri sang Nabi -yang masih terhitung sepupunya Rosululloh- datang dan wajah beliau pias tak suka.

Dengan isyarat, beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam meminta ‘Aisyah masuk ke dalam bilik.

Wajah Tholhah memerah.
Ia undur diri bersama gumam dalam hati,
“Beliau melarangku berbincang dengan ‘Aisyah.
Tunggu saja, jika beliau telah diwafatkan Alloh, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku melamar ‘Aisyah.”

Maka bergetarlah Langit
“Dan apabila kalian meminta suatu hajat kepada isteri Nabi itu, maka mintalah pada mereka dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Kalian tiada boleh menyakiti Rosululloh dan tidak boleh menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.” (Qs. al-Azhab: 53)



Ketika ayat itu dibacakan padanya, Tholhah menangis.
Ia lalu memerdekakan budaknya, menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan Alloh, dan menunaikan haji dengan berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya.

Kelak, tetap dengan penuh cinta dinamainya putri kecil yang disayanginya dengan asma ‘Aisyah.
‘Aisyah binti Tholhah.
Wanita jelita yang kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan, kecerdasan, dan kecemerlangannya.
Persis seperti ‘Aisyah binti Abu Bakr yang pernah dicintai Tholhah.

Cinta memang tak harus memiliki…


)|(


Lelaki ini adalah sebaik-baiknya Raja
Sepeninggal Kholifah ke empat Ali Bin Abu Tholib
Hatinya, bergetar dan ia tahu Dia telah jatuh cinta pada seorang Muslimah sholehah...rakyatnya.

Tak ada yang istimewa pada wanita itu dari segi kecantikannya.
Justru itu lah yang membuatnya jatuh cinta.
Maka dengan kekuasaanya, ia menikahi wanita itu.
Tapi ia tak tahu ia tak pernah bisa MENIKAHI HATI WANITA ITU!

Wanita itu telah meletakkan hatinya pada pemuda desanya.
Hingga di keheningan malam di 1/3 terakhir
Terdengarlah olehnya bait-bait Puisi dalam lantunan doa.
Tentang kerinduannya pada pemuda desa itu.

Ia sadar
ini adalah DEKLARASI JIWA istrinya

“Aku Tak Mencintaimu”

Maka dengan berat hati Ia ceraikanlah istrinya.
Lelaki ini adalah Muawiyyah bin Abu Shofyan
Duta pertama dari Rosululloh Saw.
Yang datang dan melaporkan keadaan Kepulauan Nusantara Kepada Nabi Saw.

Cinta memang tak harus memiliki…

 )|(



Lelaki ini adalah IDEOLOG IKHWANUL MUSLIMIN
Orang no. 2 yang sangat berpengaruh setelah Hasan al-Banna, pada Harokah itu.
Ia adalah lelaki Sholeh.
Dulu ia pernah jatuh cinta pada gadis desanya
Namun gadis desa itu menikah 3 tahun setelah Lelaki ini pergi belajar ke luar negeri.
Hal ini membuat ia sedih namun ia tak mau larut dalam kesedihannya
kisah cintanya ia mulai dari awal lagi.

Ia kemudian jatuh hati pada wanita Kairo.
Meskipun tidak terlalu cantik,
Ia tertarik pada gelombang unik yang keluar dari sorot mata wanita tersebut.
Tapi pengakuan bahwa gadis tersebut pernah menjalin cinta dengan laki-laki lain,membuat runtuh cinta lelaki ini

Ia hanya ingin wanita yang benar-benar perawan, baik fisik maupun hatinya
Akhirnya
Ia membatalkan menikahi gadis tersebut.
Hal ini membuat Lelaki itu sedih cukup lama.
Sampai kemudian ia putuskan untuk menerima kembali wanita tersebut
Namun apa yang terjadi?

Ditolak.

Inilah yang kemudian membuat lelaki itu menulis roman-roman kesedihannya.
Yang luar biasa adalah,
Lelaki
Ini sadar dirinya berada dalam alam realitas.
Bukan dalam dunia ideal yang melulu posesif, indah dan ideal.

Kalau cinta tak mau menerimanya, biarlah ia mencari energi lain yang lebih hebat dari cinta.

“Alloh”,

Energi itulah yang kemudian membawanya ke penjara selama 15 tahun.
Menulis karya monumentalnya Tafsir “Fi Zhilaalil Qur’an” (dalam naungan al-Qur’an).
Dan
Syahid di tiang gantungan.

Sendiri!!!

Tidak ada air mata,
tidak ada kecupan,
tidak ada sentuhan wanita.
Benar-benar sendirian!!

Lelaki ini adalah SAYYID QUTHB

Lelaki yang Alloh Maha Tahu…
Bahwa dirinya Lebih di HAJATKAN LANGIT…
Daripada wanita bumi….

Cinta memang tak harus memiliki…

Pada Salman…
Pada Tholhah
Pada Mu’awiyyah
Dan
Pada Sayyid Quthb
Kita belajar

Bahwa cinta itu harus di letakan di tangan
Bukan di hati
Karena sebelum deklarasi Akad di ucapkan
Tak ada hak pada dirimu…!!!
Tentang wanita yang engkau cintai itu…!!!
Engkau hanya punya doa dan ikhtiar
Selanjutnya biarlah Alloh yang menentukan akhir kisah kita…

Salman, Tholhah, Mu’awiyyah, Sayyid Quthb
Adalah LELAKI PENGGENGGAM HUJAN
Tak ada air mata.
Untuk mengenang kegagalan cinta mereka
Yang ada adalah air mata
Dalam doa-doa mereka
Semoga Alloh memberikan gantinya yang lebih baik
Lebih dari segala-galanya.
Di banding wanita itu…

Sahabat…
Engkau pun Lelaki Penggenggam Hujan
Maka
Jangan Bersedihlah…

)I( hamzah )I(

di tulis di hangatnya waktu dhuha…di sejuknya udara Bandung….
HAMZAH AL MUBAROK

Selasa, 27 September 2011

Apa artinya usia panjang namun tanpa isi, sehingga
boleh jadi biografi kita kelak hanya berupa 3 baris kata yang dipahatkan pada nisan kita :
si Fulan
Lahir tanggal sekian- sekian
Wafat tanggal sekian- sekian

-Ust. Rahmad Abdullah-

Jumat, 16 September 2011

hanya teringat akan kisah bis 9BT


have you feel this feeling??
menangisi orang yang tidak kita kenal sama sekali..
even just a name.. ??
anehh.. memang!!
meskipun saya tau ada alasan untuk setiap air mata.. 
Whatever..!!..


Pastinya..
Tetap berharap bahwa hal ini dapat lebih mendekatkan diri kepada Nya..
bahwa cinta dalam jiwa tetap hanya kepada-Mu..
dan -smoga- tangisan ini merupakan bukti salah satu bentuk rasa takut hamba kepada Mu..

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku.” 
(Q.S. Az Zumar: 13)

Selasa, 23 Agustus 2011

Panggil yang Tak Tergapai Agar Mendekat


Jika hidup adalah fungsi waktu, maka bagi seorang mukmin nilai puncaknya harus diraih dalam grafik di ujung kanan.. yaitu,
Kematian

Disanalah harus dicitakan sebuah akhir yang setinggi-tingginya.
Maka dalam hal mati, ambil pilihan yang tertinggi untuk menjadi cita dan rencana..
Syahid

Ah.. berapa indah dan menggetarkannya satu kata ini..
Dalam perjalanan kita meniti hidup, terkadang kita didera ragu dan bimbang tentang cita tertinggi..
Jika Abdullah bin Rawahah bimbang karena menyangkut pasukan yang dipimpinnya..
kita kadang bimbang oleh alasan yang lebih mendasar; pantaskah kita meraihnya?? karena kemaksiatan diri inikah..??  mungkin.. kemaksiatan yang kulakukan telah menjauhkanku darinya..
Cinta syahid begitu tinggi, semakin kita bermaksiat pada Allah, dia jadi semakin tinggi.
Tak tergapai..

Namun sebenarnya bukan ia yang semakin tinggi. Kitalah yang terjerambab ke dalam lubang berlumpur yang kita gali sendiri.
Maksiat itu..
Saat itulah kita yang tersuruk jadi makin jauh dari cita yang tinggi..
Bagaimana agar kita merasa paling pantas kembali??
Abdullah bin Rawahah mengajari kita untuk mengulang-ulang cita tinggi itu dalam ucapan, terutama pada diri sendiri.
Agar apa? agar sang jiwa selalu ingat dan tidak lupa.
Agar ia terteguhkan menjadi yakin kembali.
Agar ia menjadi sebuah doa yang makhluk-mahluk mulia mengaminkannya.

Panggillah selalu yang masih terasa tak tergapai, agar ia mendekat.


Apapun yang kau minta, mintalah yang paling tinggi pun begitu dengan syurga..
karena syurga pun bertingkatan.. maka mintalah yang paling tinggi..
"Mintalah Firdaus yang paling tinggi ! " -Rasulullah, Shallallahu 'alaihi wa Sallam -
 
Teringat akan sebuah ayat yang selalu memberi harap..
"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)." ( Q.S. 33: 23)

edited from Salim A. Fillah

Selasa, 16 Agustus 2011

Karena Janji Allah itu PASTI !



5 kali mencoba..
4 kali lalai..
3 kali ceroboh..
2 kali rapuh..
1 kali feeling guilty

Yapp..  
5 kali gagal

6 kali bangkit.. !!

hingga limit tak terhingga.. 
Namun terintegral secara pasti.. 
Karena ketidakpastian Heisenberg atau chaostic tidak berlaku untuk hal ini !!! 

Karena Janji Allah itu PASTI.. !!


Bumi tidak bertiang... 
Langit pun tidak berjunjung

HARAPAN belum sirna!
Harus BANGKIT!

Letakkan daftar kesalahan di depan kaca,
Untuk mengetahui kekurangan slama ini

Lalu bangkit MEMPERBAIKI diri!

Dan have to.. meletakkan daftar kebaikan di punggung
Agar diri ini lupa berapa banyak kebaikan yg telah diperbuat
karena..
Mungkin disanalah KEIKHLASAN akan diperoleh..

Bismillah.. Masih besar harapan terhadap cita :)



Senin, 15 Agustus 2011

ternyata eh ternyata..

Baru tau euy.. ternyata eh ternyata di dalam komputer kita ada menyimpan lambang zionis.. tak percaya? lihat disini C:\ProgramFiles\Microsoft Office\MEDIA\CAGCAT10\J0285926​.WMF.. silahkan delete file ni krn foto kemenangan lambang zionis..

Selasa, 09 Agustus 2011

Ramadhan Mubarak ^^

Sudah lama ga mempost.. udah telat ni.. but it doesn't matter right??

Happy Ramadhan..



Saat yang tepat untuk mengasah kepekaan jiwa, ketajaman hati nurani serta kesadaran diri sebagai hamba Allah melalui amal ibadah dengan penuh keikhlasan menuju derajat TAQWA..
Mohon maaf atas sgala khilaf.. ^_^..
.: poe3 :.

Jumat, 15 Juli 2011

Kloning cinta (huek..)


Beberapa hari lalu saya nonton film mengenai kloning..
tiba2 jd ingat dengan tulisan seorang teman...
dan ingin aja post ke sini.. ^^
setelah dicari2 dapat juga.. :)
Intermezo, dari teman.. dah diizinkan unt dicopas..
kl dah pernah baca.. ya baca lagi.. ^^
Just sharing.. :)



Jangan muntah dulu ketika membaca judul tulisan ini. Saya bukan ingin berbagi cerita melankolis tapi hanya ingin sekedar berceloteh tentang kemungkinan- kemungkinan konyol adonan cinta dan teknologi.
 
Terinspirasi dari curhat beberapa orang teman yang ditolak cintanya atau ditinggal nikah sama suami/istri idamannya (curhatan saya juga sih,huhu-red) , saya merasa ada hal yang layak saya share dengan teman-teman semua.
Seseorang akan selalu menginginkan cerita cintanya berakhir bahagia. Lazimnya, akhir cerita cinta ini direpresentasikan oleh berhasilnya seseorang untuk menikahi orang yang dia cintai (padahal hal ini bukan jaminan kebahagiaan hidupnya).
 
Akan tetapi pada kenyataannya kita tahu bahwa tidak semua orang punya cerita cinta yang bahagia. Terlalu banyak kisah cinta tragis dan melankolis yang terjadi di dunia ini dan saya tidak akan membahasnya disini. Yang akan saya bahas adalah kemungkinan apa yang akan dilakukan oleh mereka yang patah hati atau kandas kisah cintanya.
 
Beberapa menit yang lalu saya sempat berpikir bahwa kloning manusia yang dilegalkan adalah salah satu cara yang bisa mengobati mereka yang nelongso karena cinta. Buat mahasiswa biologi mungkin mudah untuk menebak kemana arah tulisan saya ini. Ya, mereka yang patah hati mungkin bisa untuk mengkloning pasangan yang mereka idamkan.
 
Saat ini isu kloning bagi masyarakat bagaikan sepiring nasi yang sudah dikelilingin lalat buah di atas meja makan. Basi!!..karena saat ini media, setelah fokus pada isu-isu lingkungan, mulai seru untuk menyorot hal-hal yang berkaitan dengan keadaan ekonomi global. Isu sains dan etika sudah tenggelam dan terlupakan. Apa pentingnya mengurus ‘ini baik atau ini tidak baik’ di tengah banyaknya masalah pengangguran yang bertambah di dunia?
 
Tapi buat mereka yang patah hati, saya kira hal ini penting. Kita bisa mengkloning ‘kekasih hati’ (huek..huek) kita lho. Sederhananya, kita bisa diam-diam mengambil darahnya (mungkin bisa dengan berpura-pura pake jarum pentul di lengan baju ketika bersalaman di hari pernikahannya sehingga dia tertusuk dan berdarah, -phew), lalu membawa samplenya ke tempat jasa kloning. Dengan teknologi yang sudah bisa merekayasa hormon pertumbuhan, katakanlah dalam enam bulan, kita sudah bisa mendapatkan ‘kekasih hati’ kita (huek..huek lagi)..dengan kedaan fisik yang sama persis sebelum dia meninggalkan pelaminan.
 
Kalau cinta adalah masalah memiliki secara fisik, maka teknologi kloning adalah solusi. Kita bisa menurunkan angka kematian dengan modus pembunuhan atau bunuh diri karena cinta. Semua orang bisa bahagia.
 
Tapi tunggu dulu. Apakah kehadiran fisik ‘kekasih hati’ (huek..huek lagi..) menjamin terbalasnya cinta kita?..apakah mahluk hasil kloning itu akan mempunyai perasaan yang sama dengan kita?..apakah mahluk kloning tersebut mempunyai personality yang membuat kita sayang padanya?..kenyataan nya mahluk kloning tersebut adalah mahluk hidup yang tunduk terhadap hukum alam dan kejaiban hidup. dia juga mempunyai perasaan yang tidak bisa dipaksakan.
 
Jika mahluk kloning itu berumur enam bulan tapi dengan penampilan fisik duapuluh tiga tahun, maka tetap saja dia adalah mahluk dengan kenangan hidup yang di dapat selama enam bulan. He or she will not be the same person..mereka adalah orang yang berbeda. Mereka bukan orang yang membuat kita jatuh cinta. Walaupun fisik dan gerak-gerik mereka sama, kita tidak punya kenangan bersama mahluk kloning yang bisa membuat kita sayang dan cinta terhadap mereka.
 
Setelah berpikir seperti ini, saya jadi berkesimpulan : personality orang yang kita cintai dan kenangan yang kita bagi bersama mereka adalah hal yang membentuk perasaan kita terhadap mereka.
 
Jika pun kloning sudah di legalkan, kenangan-kenangan yang sudah terjadi tidak akan pernah bisa diputar ulang. Cinta tidak akan pernah bisa di kloning.

- Dyan R- 


Kamis, 14 Juli 2011

Tak Mungkin Hidup Tanpa Perbaikan Diri


 "Memang proses menjadi baik itu panjang. 
Tetapi keputusan untuk menjadi baik itu hanya memerlukan waktu beberapa saat."


                Umar bin Abdul Aziz menangis tersedu-sedu. Dipandanginya penduduk Madinah dengan tatapan kasih sayang yang mendalam. Dengan suara parau ia berkata, “Wahai penduduk Madinah, sesungguhnya aku khawatir menjadi orang yang melupakan jasa baik Madinah”.
                Hari itu Umar bin Abdul Aziz harus meninggalkan kota suci itu. Tempat yang sangat mengesankan bagi seluruh proses perubahan dirinya. Karena ia telah ditetapkan untuk memimpin tampuk tertinggi kekhalifahan Bani Umayyah di Damaskus.
                Terlalu banyak kenangan indah Umar bin Abdul Aziz di Madinah. Tidak mudah begitu saja ia menghapus lembaran hidupnya disana. Di kota mulia itulah Umar menjalani penempaan diri bertahun-tahun. Sesuatu yang kemudian memberi andil sangat besar bagi sikap, tindak tanduk bahkan keputusan-keputusannya ketika kelak menjadi khalifah.
                Semasa masih tinggal di lingkungan istana Bani Umayyah, Umar bin Abdul Aziz terkenal sebagai sosok yang kaya dan hidup mewah. Tidak mengherankan, karena ia memang masih keturunan salah seorang pembesar Bani Umayyah. Tak ada orang yang tidak mengenalnya. Dimana saja ia singgah dan di jalan mana dia lewat pasti di situ tercium bau wangi misiknya. Ia selalu memanjangkan kainnya hingga menutupi alas kakinya. Ia juga membiarkan selendangnya sedikit terlepas dari pundaknya karena memang sengaja tidak mengikatnya.
                Tetapi hati manusia memang bisa berubah-ubah. Dari satu warna ke warna yang lain. Dari hitam menjadi putih, dari pekat menjadi bersinar. Begitu pula Umar bin Abdul Aziz. Ketika ia memegang tampuk kekhalifahan Bani Umayyah, dibuangnya model kehidupan yang pernah dijalaninya sejauh-jauhnya. Kehidupan berubah total, menjadi seorang yang zuhud terhadap dunia. Hidupnya sangat sederhana, lebih sederhana dari kehidupan rakyat-rakyatnya. Bukan karena terjadi kemiskinan dimana-mana. Justru di masanya zakat melimpah ruah, sampai-sampai sulit mencari orang miskin untuk diberi zakat.
                Suatu hari, bawahannya menyerahkan kepadanya harta rampasan perang, termasuk minyak wangi. Umar bin Abdul Aziz memegangnya. Setelah itu ia langsung bangkit dan bergegas berwudhu. Sekretarisnya heran, seraya bertanya kenapa itu dilakukan. Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Bukankah seseorang itu tidak diperbolehkan mengambil manfaat dari sesuatu kecuali yang telah menjadi haknya. Sedangkan aku sama sekali belum memiliki hak dari barang ini.”
                Umar bin Abdul Aziz tidak saja menjadi cermin seseorang yang agung. Tapi contoh bagaimana ia menjalani prosesi-prosesi perbaikan diri dalam jangka yang tidak pendek. Para penulis sejarah menjelaskan, perubahan hidup Umar bin Abdul Aziz itu tidak datang secara tiba-tiba. Tetapi melalui sebuah proses yang lama, berhari-hari,  bahkan bertahun-tahun. Dimulai ketika ia dikirim ibunya ke Madinah, untuk tinggal bersama pamannya yang juga salah satu putra Umar bin Al-Khattab. Saat itu ibunya prihatin dengan lingkungan istana Bani Umayyah, yang sangat mempengaruhi karakter Umar bin Abdul Aziz.
                Di Madinah, Umar bin Abdul Aziz hidup dalam suasana yang baru. Penuh dengan ilmu dan kezuhudan, dua hal yang merupakan warisan kehidupan para sahabat Rasulullah saw. setiap hari ia belajar, mendengarkan bimbingan dan pengarahan. Jiwanya terus disirami dengan nasehat dan hal-hal yang membersihkannya. Umar bin Abdul Aziz benar-benar telah tenggelam dalam suasana hidup penduduk Madinah. Akalnya penuh dengan ilmu-ilmu mereka. Jiwanya menyatu dengan mereka, penuh ketawadhu’an.
                Proses perbaikan diri yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz juga menyangkut sisi-sisi keilmuan. Imam Mujahid bin Jibr, salah seorang murid Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, berkata, “Kami selalu mengajari Umar bin Abdul Aziz ilmu dan kami tidak berhenti mengajarinya sampai kam benar-benar tahu bahwa ia sudah betul-betul paham.”
                Sedang tentang kezuhudan, Umar bin Abdul Aziz menghayati betul apa yang diajarkan pamannya, bahwa syarat utama diterimanya amal adalah keikhlasan. Sejak itu Umar bin Abdul Aziz tidak henti-hentinya mengintrospeksi diri atas segala sesuatu yang keluar dari dirinya baik ucapan maupun perbuatan. Semuana selalu ditimbang, apakah untuk Allah atau untuk selain-Nya. Ia pernah berkata, “Sesungguhnya aku berusaha untuk meminimalkan pembicaraan karena khawatir jatuh pada kesombongan.”
                Kisah Umar bin Abdul Aziz masih sangat panjang dibanding sepenggal cuplikan di atas. Tetapi setidaknya hal di atas cukup memberi penegasan bagi kita, bahwa untuk menjadi baik itu mungkin, bagi siapa saja. Karena rentang waktu yang tersedia bagi manusia memberi kesempatan yang sangat berharga untuk berubah, berbuat dan menata ulang kepribadiannya. Memang, proses menjadi baik itu panjang. Tetapi keputusan untuk memulai menjadi baik hanya memerlukan waktu beberapa saat. Ya, perbaikan diri memang tidak kenal henti. Tetapi kemauan dan kemantapan untuk memulai perbaikan diri itu hanya perlu waktu sebentar. Hanya dibutuhkan kejujuran di dasar hati. Agar fitrah manusia berbicara apa adanya. Saat itu jawabannya akan langsung ada, bahwa setiap kita harus menjadi baik, memulai menjadi baik, atau setidaknya memilih untuk menjadi baik.
                Hadist Rasulullah menggarisbawahi bahwa memperbaiki diri merupakan bagian dari irama hidup serang muslim. Seperti nampak jelas dalam sabdanya, “Sesungguhnya manusia itu banyak salahnya. Dan sesungguhnya, sebaik-baik orang yang banyak salahnya, adalah orang yang banyak bertaubat.” (HR. Tirmidzi). Banyak salahnya, artinya kesalahan itu sangat mungkin akan terus terjadi. Maka, meratapi dan menyesali kekurangan dan kesalahan itu perlu. Tetapi yang jauh lebih perlu lagi, adalah bagaimana memperbaiki kesalahan itu. Maka, seperti dalam lanjutan hadist tersebut, banyak bertaubat artinya ada proses yang terus berjalan untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
                Hal itu pula yang dapat kita maknai dalam firman Allah swt. “Dan janganlah sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan sebagai seorang muslim.” (QS. Al-Imran: 103). Artinya, setiap saat kematian itu bisa datang. Tetapi kematian itu sendiri sangat gelap bagi manusia. Maka, setiap saat pula seorang muslim harus berjuang antara kesalahan dengan perbaikan, antara dosa dengan taubat. Tak lain, agar pada detik kematian itu tiba, ia tiba pada saat baiknya, atau pada saat taubatnya.
                Maka memperbaiki diri menjadi kebutuhan hidup utama kita. Agar, segala yang kita makan, yang kita minum, yang kita hirup untuk menyambung nafas-nafas kita, untuk menegakkan tulang-tulang persendian kita, tidak sampai hanya untuk memperlambat saat-saat Allah akan mengazab kita. Tetapi sebaliknya, segalanya menjadi bagian penting, dari saat-saat kita untuk selalu tegar memperbaiki diri, memohon penerimaan dan ampunan Allah swt.

(Lelaki Pendek, Hitam & Lebih jelek dari Untanya – Ahmad Zairofi AM)

Minggu, 15 Mei 2011

Maka.. tidak sepantasnya kita terpuruk dlm penyesalan yang mendalam..


dengan alasan yang hampir sama... kenapa ya banyak yg pd berfikir spt itu..?!

padahalkan.. i’m just ordinary people.. apa karena terlalu ordinary kali ya?? fiuhhh.. he2..  

jd inget kalimat ' i'm just a girl'-nya julia robert ke hugh grant di notting hill.. * ga nyambung.. ya?? ^^*.. ya sudah lahhh....intinya tetap semangat n never give up yakin pada janji Allah.... SMANGKAAAAA ^^

Allohumma ya mushorrifal qulub, shorrif qulubana alaa tho'athik..
Ya Allah yang Maha Memalingkan hati, palingkanlah hati kami dalam keta'atan kepada-Mu, [HR. Ahmad 11697, Ibnu Majah 3834, Tirmidzi 2140]

Yaa muqollibal qulub, tsabbit qolbi alaa dinik..
Wahai Zat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami dalam agama-Mu
[HR. Muslim 2654, Ahmad 6533]

and again...! untuk kesekian kalinya diri ini mendengar kalimat berikut di penutup pekanan...

" Bahwa Allahlah yang menggerakkan setiap hati manusia.. Maka.. tidak sepantasnya kita terpuruk dlm penyesalan yang mendalam.. " dst..  hingga ditutup dengan surat Q.59:18... InsyaAllah.. !..

Senin, 25 April 2011

CINTA LELAKI BIASA

i love this story.. entahlah sudah keberapa kalinya baca cerita ini.. so inspiring.. ^^.. ktanya si true story.. salut deh buat mba asma.. yang sudah menulis cerita ini menjadi penuh makna.. :)



Cinta Lelaki Biasa


Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak - kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin, menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu. Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon lima belas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana.
Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua. Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.

Kamu pasti bercanda!
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.
Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania serius! tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya. Tidak ada yang lucu, suara Papa tegas, Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!
Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.

Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan?
Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?
Nania terkesima.
Kenapa?

Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.
Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami.
Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi.
Suaramu bagus!
Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.
Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!

Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.

Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.
Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah.
Tapi kenapa?

Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa.
Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.
Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!

Cukup!
Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?
Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli.
Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya.
Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak 'luar biasa'.
Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur dua puluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.
Mereka akhirnya menikah.
***

Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka. Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania.
Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.
Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.
Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.

Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.
Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu!
Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar!
Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!

Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli. Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.
Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?
Rafli juga pintar!
Tidak sepintarmu, Nania.
Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.
Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.
Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.
Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua.
Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.
Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti.
Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan.
Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak.
Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang.

Tak apa, kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri. Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang. Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik..
Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya?
Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut.
Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah.
Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania.
Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.
Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia.
Hidup perempuan itu berada di puncak!

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra.
Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.
Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!
Tak imbang!
Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak.
Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga.
Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania
menangis.
***

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya. Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania.
Harus segera dikeluarkan!
Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat.  Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.

Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.

Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.
Baru pembukaan satu.
Belum ada perubahan, Bu.

Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.
Sekarang pembukaan satu lebih sedikit. Nania dan Rafli berpandangan.
Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.
Tiga puluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua.
Ketika pembukaan pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah.
Perkiraan mereka meleset.
Masih pembukaan dua, Pak!
Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah.
Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.

Bang?
Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan.
Dokter?
Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.
Mungkin?
Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?
Bagaimana jika terlambat?
Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya,dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.

Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir. Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.
Pendarahan hebat!
Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah.
Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.
Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali.
Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka.
Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda.
Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.
Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.
***

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.
Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil.Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.
Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh. Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.

Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam.
Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU.
Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..
Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.

Nania, bangun, Cinta..?
Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening
istrinya yang cantik.
Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,

Nania, bangun, Cinta.. ?
Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud danpermohonan.
Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.

Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya.
Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan. Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab.
Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.
Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan air mata yang meleleh.

Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.
Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa.
Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir.
Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu.
Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta. Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur.
Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu.
Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?
Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.
Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar.
Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania.
Begitu bertahun-tahun.

Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya.
Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.
Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.

Baik banget suaminya!
Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!
Nania beruntung!
Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.
Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!
Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.
Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?

Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?

Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka..
Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.
Ya. Dua puluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya.

Waktu telah membuktikan segalanya.
Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.
Seperti yg diceritakan oleh seorang sahabat..

- Asma Nadia-