RSS

Senin, 05 Oktober 2009

sebuah pengorbanankah ?


Semoga Allah selalu melindungi kita dari kejahatan yang tersembunyi.. yang selalu membisikan di dalam dada manusia.. dari golongan jin dan manusia...

Sulit dipercaya memang.. tapi itulah yang terjadi...

 

Saat itu ana sedang menulis tugas... lalu tiba2 aja teman ana  menanyakan sebuah novel/cerpen, yang bercerita tentang seorang suami  yang suka menyiksa istrinya.... suaminya sadar klo hal itu salah, namun ketika dia marah, kemarahannya.. under control, keluar begitu saja.. memukul istrinya, membentak di luar kewajaran.. setelah reda, ia meminta maaf bahkan memberikan bunga.. ia sadar hal itu salah.. istrinya pun bercerita ke sahabatnya mengenai masalahnya, sahabatnya menyarankan untuk konsultasi ke beberapa ustadz/ psikolog.. suaminya pun bersedia ketika istrinya mengajaknya...ternyata suaminya mengalami masa lalu yang traumatis.. ketika masih kecil, ia terbiasa menyaksikan ayahnya menampar ibunya dengan keras, memukul atau menendangnya... namun tidak semudah itu.. walaupun berkali2 konsultasi.. ia tetap seperti itu.. hingga akhirnya cerita itu berakhir dengan kematian istrinya.. karena terbentur tembok akibat kemarahan suaminya..


" Kamu pernah baca ga.?", tanyanya lagi kpada ana setelah ia bercerita mengenai isi cerpen itu.
" Seingatku si belum... emangnya knapa mba..?"
" mmm masalahnya sekarang aku menghadapi kejadian seperti itu..."
Aku hanya terdiam.. berfikir.. masa si..? sepertinya hubungan teman ana dengan suaminya baik2 aja.. di usia yang memasuki tahun ke6.. sweet family dengan 2 orang anak yang imut2..
" Aku berada di posisi sahabatnya dalam cerpen itu...." mungkin ia melihat kebingungan di wajah ana..
" Kemarin, ia datang kerumah aku... menangis.. menceritakan smuanya.. mirip sekali dengan cerita di cerpen itu.." jelasnya lagi..


Dan cerita itu pun mengalir ke ana... bagaimana sahabatnya dapat bertahan dengan kondisi suaminya yang seperti itu.. dimana teman ana  dapat melihat luka dan memar yang berada di tubuh sahabatnya..
bagaimana ketika teman ana mau mengajak pergi sahabatnya, tapi ditolak  dengan alasan kakinya sakit dan ia pun baru menyadari ketika terkadang sahabatnya berjalan dengan sempoyongan atau bahkan terlihat pucat..
ternayata.. akibat menahan sakit..



" Jadi, suaminya ga sadar kalau itu adalah sebuah kesalahan...?" tanya ana meyakinkan.
" Iya.. bedanya dengan cerpen yang mba bilang tadi.. di cerpen tadi, suaminya tau kalau itu salah, makanya minta maaf dan mencoba mengambil hati lagi. Tapi ini engga.. Suaminya bilang bahwa ini adalah suatu bentuk pembelajaran untuk istrinya.."
" Pembelajaran..? dilihat dari sudut pandang yang mana ?" tanyaku lirih... ana berfikir mencoba menelaah secara rasional dengan logika.. pembelajaran dengan kekerasan seperti itu.. sungguh.. ana tidak dapat melihat itu suatu pembelajaran.. bukan... yang ana lihat semua ini adalah suatu pelecehan... Islam tidak mengajarkan hal seperti itu..

"Dia melakukan itu di depan anak-anaknya...?" ragu2 ana bertanya
" Iya.. bahkan disengaja.. dengan alasan pembelajaran tadi.." ucapnya lirih..
"Bukannya itu ga baik buat jiwa anak2nya mba?.. nantikan bisa menimbulkan suasana traumatis bagi anak2nya hingga dewasa.?!", ana jd sedikit emosi...
" Yah memang seperti itu... seperti lingkaran, kalau tidak diputus, dapat terus berulang.. mungkin ketika dewasa dia juga bisa berperilaku seperti itu juga.. suami diapun seperti itu juga..", jelasnya.
" Orangtuanya dulu seperti itu ?..."
" Engga.. waktu kecil suaminya tinggal dengan bibinya.. mereka terbiasa dengan hal2 seperti itu.. melihat.. merasakan.. terbiasa dengan perlakuan kasar.. kekerasan.. di perlakukan tidak manusiawi.. mungkin akhirnya itu yang terkonsep di dirinya.. untuk pembelajaran.."
"Astaghfirullah.."




Langit mendung saat ana meninggalkan depok sore itu... teringat kembali percakapan terakhir kami...




 " Gimana.. ? bingung.. apa yang harus mba lakukan..? Aku takut kalau
seandainya kejadian dicerpen itu terjadi sama dia."
Ana mencoba untuk berfikir...
" kejadian akhir cerpen itu..?", ana menatap perasaan cemas yang
tercermin di wajahnya.. anapun cemas.. tapi dia pasti lebih cemas..
" Kalau itu terjadi, aku berdosa sekali membiarkan semuanya
terjadi..." ujarnya sambil meminum air dalam gelas yang hanya dipegangnya dari tadi.
" Mba sudah cerita ke suami mba..?"
" Sudah.. tapi aku ga bilang klo mereka orangnya..takut hubungan suamiku dengan suaminya berubah "
" Tapikan.. siapa tau suami mba bisa membantu dengan caranya sendiri.. antar lelaki.."
" Suatu saat.. mungkin.. aku akan bilang.. tp saat ini dia blum tau orangnya"
" Trus... tanggapannya...?"
" Entahlah..."

Suasana kembali hening... kembali dengan aktivitas kami masing-masing...
" klo tiba-tiba kamu aku ajak ke Pengadilan agama jangan bingung ya..?"
" Maksudnya..?"
" Dia sudah tidak tahan.. mungkin akan cerai..."
" Dengan konsukuensi yang nantinya akan dia terima? maksud aku.. anak2nya ?"
" Aku juga sudah menjelaskan... berat memang.. InsyaAllah dia siap menerimanya.."
" Ga coba konsultasi dulu mba..? mungkin ada jalan yang lebih baik selain perceraian.. siapa tau... suaminya bisa berubah.." saran ana.
" Sebenarnya dia sudah pernah cerita ke kakaknya mengenai masalah ini, suaminya pun sudah dinasehati.. tapi entah kenapa bisa terulang lagi.. padahal dia sudah mencurahkan hidupnya untuk keluarganya.. kamu tau
kan.. benar-benar seorang ibu rumah tangga.."

Ana hanya diam... pilihan yang sangat sulit... tidak tau harus berkata apa... sebuah perceraian...
" Mau ya klo aku ajak...? karena dia ga mungkin kesana sendirian.." tanyanya lagi

" Insya Allah"


Ana berharap hal buruk itu berubah.. dan tidak ada perceraian.. dan ana pun sangat berharap.... semoga hari ini tidak ada luka.. atau memar.. tidak ada lagi pukulan atau gertakan yang menambah luka di hati.. atau jangan2 bahkan luka itu bertambah dan memar itu semakin besar..? Mungkin luka itu masih ada di sana.. yah.. masih membekas di beberapa anggota tubuhnya... pasti ada.. dibalik hijabnya.. walaupun ana tidak dapat melihatnya... namun yang pasti di hatinya luka itu bertambah.. membesar selaras dengan usianya dia memendam masalah ini... bertahun-tahun...sendirian menghadapinya .. hingga sampai pada penghujungnya.. ketika pada akhirnya masalahnya ia ceritakan ke teman ana... dan ana semakin yakin.. she need help..



Dalam angkot menuju rumah cerita itu masih terngiang... ana masih mencoba mencari pembenaran/pembelaan /menelaah atau apalah namanya di dalam teori2 yang pernah ana baca ... mungkin benar.. bahwa pernikahan adalah fakultas kesabaran dari universitas kehidupan... bahwa di pernikahan kita harus menyiapkan  persediaan memaafkan dan meminta maaf... bahwa parameter2 perasaan dan logika tak selalu sama antara laki2 dan perempuan... bahwa proses pembahasan verbal tak senantiasa berhasil mengungkap hakekat  perasaan, sebab diksi tak mampu menuturkan kata hati secara jeli dan teliti.... bahwa dalam menentukan pendamping hidup harus benar-benar diikhtiarkan, bukan sekedar suka/tidak suka; butuh/tidak butuh;  sekarang atau nanti, melainkan ada bentuk pertanggungjawaban dunia akherat.. sebuah mîtsâqun ghalîzha (janji yang berat)  

Mahasuci Allah yang menjadikan kesudahan yang baik untuknya...
InsyaAllah...
Semoga bisa diambil ibrohnya... walaupun hal itu merupakan sebuah kegagalan... kiranya.. 'jatuhnya' seseorang pada salah satu lubang akan mjd penanda agar kita tidak `jatuh' juga di sana.. karena selalu
ada pelajaran yang bisa kita ambil dari perjalanan cinta setiap orang..


Bumi Allah.. Beji..
awal 2008




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kasih coment yang membangun ya.. ^^